KOMPAS.com - Nasional

Senin, 18 Juni 2012

Jujur Itu (Nggak) Enak (?)

“Jujur itu... ajur” atau “jujur itu... mujur” ?
               Hayo, pilih mana?
Masih ingat pelajaran PKN kelas 2 SD? “Salah satu sikap terpuji adalah....” Jawabannya? Salah satu dari sekian banyak sikap terpuji adalah JUJUR. Dan untuk melakukan serta membiasakannya bukan hal yang mudah. Kalau kata guru matematika di sekolah saya, “Bisa itu karena kalian terbiasa, dalam hal apapun itu.” Ya, bener, bisa itu karena biasa. Kalau kita mau jujur, kita pun harus terbiasa dengan jujur dan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari kita.

Hmmm, itu teori. Atau CUMA TEORI? Buat apa sih kita jujur? La wong orang-orang di sekitar kita saja sulit untuk jujur? Dan sistem yang beredar dan berlangsung sudah membiasakan kita untuk berperilaku tidak jujur. Akibatnya orang-orang yang jujur justru terkalahkan dengan mereka yang tidak jujur. Jujur? Males deeh!

Di era yang sudah semakin maju ini, rasanya kejujuran dianggap hal yang sangat sepele. Tidak penting. Jujur hanya dijadikan “formalitas” belaka dan hanya untuk “bahasa keren” biar dianggap keren. Anggapan itu ada mulai dari kalangan pedagang, pendidik dan peserta didik, bahkan pejabat negara (yang sekarang lagi ramai, ketahuan sih korupsinya).

Kira-kira apa ya penyebabnya? Apa ya penyebab saat ini sangat sedikit orang yang jujur dan membudayakan jujur? Apa ya bener-bener jujur itu susah? Kalau jujur, bisa mati? Ah masa?

Kalau menurut pribadi (jadi boleh kalau Mas atau Mbak nggak setuju dengan pendapat saya) penyebabnya adalah tidak ada ketegasan dalam menghadapi ketidakjujuran yang ada. Oke, ambil deh contoh nyata yang hampir setiap hari ditayangkan di televisi. KORUPSI. Kalau kata guru Bahasa Indonesia di SMA, tidak jujur dalam ulangan adalah akar dari korupsi. Jadi, korupsi erat kaitannya dengan kata jujur.

Kita lihat banyak kasus korupsi di Indonesia yang terkesan tidak rampung. Belum lagi dalam menjalani hukuman “sang tersangka” mendapat remisi ini dan itu sehingga mempersingkat masa hukuman. Hal ini jelas akan “memotivasi” orang lain untuk ikut korupsi juga. Kenapa tidak? Tersangka jelas-jelas melakukan korupsi, terus dipenjara. Di penjara ternyata dia mendapat pelayanan yang mewah. Dan dibebaskan keluar masuk penjara sesuka hati. Bukan hal yang sulit, hanya dengan berkata “wani piro?”. Enak ya? Tapi apa ya iya, mau diterusin?

Dari sinilah orang-orang berpikir, untuk apa kita jujur. Yang tidak jujur bisa hidup mujur, tidak ajur. Yang tidak jujur seperti para koruptpr tetap bisa tersenyum dan bernafas lega walau sudah berbohong pada orang lain. Rasanya lebih menyenangkan jadi orang yang tidak jujur. Keuntungannya lebih banyak. Dan kalau ketahuan tidak jujur pun rasanya sudah terlalu banyak orang yang “memaklumi” atau istilahnya dikatakan “lumrah” terhadap sikap itu. (PARAH!)

Yang kasihan dan sangat mengenaskan adalah para generasi muda saat ini. Anak muda itu idealismenya sangat membara, berkobar-kobar dan seolah sudah ideologinya itu sudah terpatri dalam dirinya. Anggaplah semua anak Indonesia saat ini memiliki keinginan yang kuat untuk jujur dan sudah membiasakan jujur dalam kehidupan sehari-hari mereka hingga akhirnya masuklah kata “gue harus jujur” dalam kamus idealisme mereka. Setelah lulus, mau tidak mau mereka harus terjun langsung dalam dunia kerja. Nah di sinilah titik klimaksnya. Ternyata mereka harus menghadapi kenyataan bahwa dunia kerja yang mereka geluti sudah berlumuran dengan kata bohong bohong dan bohong. Bahkan sudah menjadi sistem. Mau tidak mau juga mereka harus ikut dalam perputaran sistem itu. Ya bagaimana lagi, ketika memasuki dunia kerja tentu posisinya masih sebagai junior yang harus menghormati dan menuruti seniornya. Kalau tidak, si junior pun akan kehilangan pekerjaan. Masuklah ia dalam sistem itu. Idealismenya yang dulu? Remuk tergilas sistem! Tragis.

Inikah Indonesiaku? Jawabannya ada pada Anda!

Jika memang jujur itu sulit karena sistemnya sudah sulit diubah, setidaknya kita bisa meminimalisir ketidakjujuran yang ada. Berhentilah berpikir bahwa tidak jujur itu tidak masalah dan bukan hal yang akan berdampak besar dalam hidup kita kelak. Mungkin para koruptor yang masih bebas “berkeliaran” itu sekarang masih diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa menikmati indahnya dunia. Tapi jangan lupa teman-temanku, dunia ini belum ada apa-apanya. Besok ada kehidupan yang lebih indah dan lebih abadi. Dan semua akan dimintai pertanggungjawaban, kelak.

Setiap manusia memiliki celah khilaf dalam dirinya. Begitupun diri ini. Tulisan ini bukan untuk mendikte siapapun, hanya sebagai pengingat diri sendiri dan syukur juga bisa mengingatkan teman-teman.

Jadi, masih berpikir kalau jujur itu tidak enak? Bukan pendapat yang salah, karena jujur itu bukan makanan, jadi tidak enak! Jujur itu bukan makanan tapi sesuatu yang harus dibiasakan. Yuk, sama-sama kita jujur. Kita bebaskan Indonesia dari sistem ketidakjujuran yang sudah menjamur! Indonesia ada di tangan kita. START FROM OURSELF!


* copas dari FB pribadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar